Senin, 02 Januari 2012

KABAR DARI BUBAT DAN KAIN JAYABAYA (lanjutan)


Pelabuhan itu tampak ramai dengan kapal yang sedang bongkar muat. Tampak  Dewi Sekar Kinanthi sedang bercakap-cakap dengan beberapa pedagang. Para pedagang tampak tidak berani menatap wajah Dewi Sekar Kinanthi.
"Hey, gadis cantik, tanyalah padaku, jangan bertanya pada orang-orang tolol ini" tiba-tiba Taring Hiu yang sedang menurunkan barang dari kapal meloncat ikut bergabung dengan para pedagang.
"Apa yang ingin kamu ketahui ?"
Tampak Taring Hiu berjalan mendekati Sri Dewi.
"Aku ingin bertanya tentang Pangeran Astaning Jagad, kamu tahu?"
"Kenapa kamu ingin tahu tentang Pangeran Astaning Jagad?"
"Karena dia kakakku"
Tampak Taring Hiu tersenyum sinis, beberapa pedagang tampak cemas.
"Tidak ada alasan lain? aku tahu sekali tentang keluarga kerajaan selatan ini dan kamu bukan salah satunya. Sudahlah, katakan siapa kamu sebenarnya?"
"Kamu tahu atau tidak tentang kakang Astaning Jagad?"
Dewi Sekar Kinanthi masih tersenyum.
"Aku tahu, tapi sebelumnya aku ingin kamu jujur dan tidak usah mengaku sebagai adik pangeran.”
Dewi Sekar Kinanthi hanya memandang Taring hiu dengan tersenyum. Taring Hiu tampak jengah dengan pandangan Dewi Sekar Kinanthi. Taring Hiu merasakan wibawa gadis ini sangat besar.
“Mmm baiklah aku beritahu. Pangeran Astaning Jagad sudah terkubur di Bubat beberapa minggu lalu"
"Darimana kamu tahu?"
"Kamu tidak berhak untuk tahu, karena yang berhak tahu pertama kali adalah Maharaja Kaweningan .. "
Belum sempat Taring Hiu menyelesaikan kalimatnya Dewi Sekar Kinanthi mengibaskan tangan kanannya dan bersamaan dengan itu Taring Hiu sudah terkapar dengan wajah berlumuran darah. Hidungnya patah, bibirnya pecah, dan pipinya tampak tergores. 4 anak buah taring hiu segera bertindak mengepung Dewi Sekar Kinanthi namun tiba-tiba tanpa ada seorangpun yang tahu 6 Ksatria Tameng Mutiara sudah mengelilingi Sri Dewi Kinanthi.
"Bawa, pemuda itu ke istana"
Dewi Sekar menunjuk ke arah Taring Hiu kemudian sekali loncat sudah berada dipunggung kuda yang berada sepuluh langkah dibelakangnya. Melihat itu 4 anak buah Taring Hiu surut dan perlahan mundur.

***

Maharani Puspintandaru tertawa keras mendengar cerita Taring Hiu. Para ksatria juga terlihat tersenyum.
"Apa kamu pikir kamu pantas mendapatkan seorang perempuan?"
"Hamba maharani. Hamba memang tidak pantas"
"Taring Hiu! katakan tentang Pangeran Astaning Jagad"
"Hamba maharani. Hamba hanya mendengar dari pedagang majapahit bahwa pernikahan baginda Hayam Wuruk dan Putri Citraresmi Dyah Pitaloka tidak berlangsung karena telah terjadi perang. Pasukan Bayangkari mahapatih Gajah mada telah menewaskan semua orang yang ada dalam rombongan Padjajaran termasuk maharaja Linggabuana"
"Lalu pangeran Astaning Jagad?"
"Pangeran Astaning Jagad diajak Maharaja Linggabuana untuk ikut dalam rombongan, hamba tahu sendiri karena saat itu hamba bertemu pangeran di pantai popoh dan mengantar Pangeran hingga padjajaran. Hamba berpisah saat pangeran ikut rombongan Padjajaran. Kedatangan hamba selain mengantar ikan layur juga ingin melaporkan ini kepada Maharaja Kaweningan"
Tampak semua orang yang ada di pasewakan terkejut mendengar laporan Taring Hiu.
"Hamba tidak tahu kalau mahadewi adalah adik Pangeran"
"Tidakkah kamu lihat kecantikannya?"
"Hamba bodoh maharani"
"Bawa Taring Hiu keluar dari pasewakan ini"
Dewi  Sekar Kinanthi tiba-tiba berdiri dan menyuruh Ksatria Tameng Mutiara untuk membawa Taring Hiu pergi.
"Mahadewi tidak perlu percaya pada orang bodoh seperti Taring Hiu"
"Tapi aku tetap khawatir Maharani"
"Saya pernah bentrok dengan Bhayangkari Majapahit saat diutus Maharaja. Dan saya tidak melihat Bhayangkari adalah pasukan yang kuat. Seandainya Pangeran juga bentrok, saya yakin pangeran akan sangat mudah mengatasinya"
"Jika Gajahmada turun, aku kira situasinya akan lain maharani"
Semua orang memusatkan perhatian pada Begawan Pusparatri, Begawan yang  terkenal karena pengetahuannya yang luas.
"Gajahmada sendirian bisa membuat pemberontak Kuti harus tunggang langgang. Saat itu dia sedang menyelamatkan baginda Jayanegara dari para pemberontak yang bisa menduduki ibukota. Gajah mada adalah ksatria sekaligus begawan"
"Demikian juga pangeran Astaning Jagad. Dia adalah begawan muda dari istana"
"Maharani, orang ini adalah orang yang telah bersumpah palapa dihadapan baginda Hayam Wuruk. Saat itu aku juga berada di Air terjun madakaripura bersama Mpu Prapanca. Aku melihat Air terjun itu berhenti saat pengucapan sumpah"
Semua yang hadir tampak memperhatikan Begawan Pusparatri. Begawan yang terlihat lebih muda dari umurnya. Begawan ini masih sangat cantik diumur yang sudah menginjak 60 tahun. Begawan Pusparatri adalah satu-satunya begawan perempuan di negeri itu. Memecahkan tradisi yang sudah ada. Sebutan begawan hanya untuk laki-laki namun Pusparatri diwisuda dengan sebutan begawan. Begawan Pusparatri saat mudanya adalah kekasih mpu Prapanca, Pujangga terkenal majapahit. Pusparatri buta sejak lahir namun penglihatan batinnya melebihi siapapun.
"Saat itu aku juga bertemu dengan Sungging Prabangkara yang sedang melukis air terjun madakaripura. Sungging berkata bahwa 30 tahun setelah ini akan ada perang yang sangat dahsyat di seluruh nusantara. Dan setelah itu perang akan mewarnai seluruh nusantara."
"Begawan, saat ini bukanlah saat yang tepat untuk membicarakan ramalan seorang pelukis .."
Ksatria pedang langit unjuk bicara. Ksatria pedang langit adalah seorang ksatria yang tidak suka membicarakan hal-hal yang ada di luar negerinya. Kecintaannya pada negeri selatan sangat luar biasa. 
"Sungging Prabangkara bukanlah seorang pelukis biasa. Dia melukis Citraresmi Dyah Pitaloka hanya berdasarkan mimpinya. Maharaja Linggabuana dibuat terpesona karena memang Sungging tidak pernah bertemu dengan Citraresmi."
Ksatria Pedang Langit menundukkan kepalanya tanda minta maaf.
"Aku tahu kamu tidak suka dengan isi pembicaraanku pedang langit. Aku hanya ingin menceritakan, apa yang ada di luar negeri kita adalah berhubungan dengan negeri kita juga."
"Begawan Pusparatri benar. Majapahit adalah negeri yang penuh dengan darah sejak Ken Arok mendirikan Singosari. Negeri yang juga dihuni oleh ksatria-ksatria pinilih. Sejak eyang Mpu Sindok memindahkan kerajaan ke timur, saat itu pula eyang-eyang kita memilih untuk diam di kepulauan ini. Kita adalah keturunan 9 Dewa Gunung. Dewa yang memilih untuk diam dalam kedamaian. Eyang Samaratungga membangun borobudur sebagai peringatan bagi kita bahwa sejak lahir manusia tidak lagi berada dalam kedamaian. Untuk itulah jika saudara-saudara kita di pulau jawa tidak menemukan kedamaian, kita wajib membantu mereka menemukan kedamaian. Lahir batin”
Setelah menyelesaikan kalimatnya, Begawan Candra Wisesa kemudian berdiri dan membentangkan kain putih bujur sangkar berukuran setengah meter. Begawan Candra Wisesa melepas kain yang sudah terbentang itu. Kain itu mengambang di udara. Semua yang hadir di pasewakan tampak tegang menunggu yang terjadi. Baru sekali ini begawan yang lebih dikenal sebagai pujangga ini memperlihatkan kesaktiannya. Banyak orang tidak tahu bahwa begawan Candra Wisesa mempunyai kesaktian yang tinggi.
“Kain ini adalah kain Baginda Jayabaya. Kain yang bisa memperlihatkan masa depan ataupun masa lalu. Kain ini tidak berguna untuk seorang manusia yang berjuang untuk masa depannya. Kain ini bukan segalanya. Bukan kebenaran. Apa yang akan kalian saksikan setelah ini bukanlah kebenaran. Gusti tidak akan merubah nasib seorang manusia jika manusia itu tidak berjuang merubahnya. Kain ini adalah kain harapan. Jika kita terbuai oleh harapan kita akan berusaha membuktikan harapan itu benar. Dan itu adalah hal yang sangat berbahaya. Simpanlah yang baik sebagai doa dan harapan, buanglah yang tercela untuk menjadi semangat perubahan ke arah yang lebih baik.”
Pasewakan itu menjadi sangat hening. Seluruh ksatria tampak terbawa oleh wibawa Begawan Candra Wisesa. Begawan Candra Wisesa adalah seorang begawan yang sangat santun dalam perkataan dan rendah hati. Ketika Maharaja kaweningan melantik begawan Candra Wisesa menjadi Dewan Begawan banyak ksatria yang tidak setuju. Selain Begawan Candra Wisesa tidak pernah dikenal mempunyai kesaktian, begawan Candra Wisesa adalah begawan baru, namun karena pembawaan Begawan Candra Wisesa yang sangat santun dan pandai dalam sastra akhirnya para ksatria mengakui bahwa keputusan maharaja tepat. 
Semua orang yang ada dalam pasewakan hari ini tercekat lidahnya saat kain putih yang terbentang memperlihatkan sebuah pembantaian. Terlihat Pangeran Astaning Jagad juga ikut bertempur. (bersambung)

1 komentar: