Minggu, 01 Januari 2012

KABAR DARI BUBAT DAN KAIN JAYABAYA


Suasana pasewakan hari ini sepi. Kesepian yang sudah berlangsung sepanjang 7 purnama. Memang tidak terlalu sepi, karena anak-anak masih bermain dengan gembira di halaman. Namun canda dan tawa anak-anak itu tidak mampu memecah keheningan yang ada dalam hati ksatria yang hadir. Mereka menghadap tahta yang kosong. Mereka sedang menunggu Dewi Sekar Kinanthi, putri maharaja yang didaulat untuk memegang tahta selama maharaja sakit. Dewi Sekar Kinanthi baru menempati tahta 3 purnama, sebelumnya tahta dipercayakan pada pangeran Astaning Jagad, putra tertua maharaja yang diperintahkan maharaja untuk mencari obat ke pulau jawa.
Hari ini, Para ksatria dan begawan tampak hening menunggu kedatangan Dewi Sekar Kinanthi. Namun keheningan ini hanya tampak di pasewakan, didalam benak para ksatria sangat riuh dengan kecemasan dan kegelisahan akan kondisi Maharaja. Ksatria Pedang Langit terlihat paling gelisah diantara ksatria yang hadir dalam pasewakan ini. Beberapa kali dia menyentuh pedang yang dipangkunya. Pedang berwarna biru yang sangat jarang keluar dari sarungnya. Pedang Kedamaian, julukan lain dari senjata mustika negeri selatan ini. Pedang yang tidak pernah minta darah, pedang yang tidak pernah melukai. Wibawa pedang langit selalu menimbulkan ketenangan walaupun pada dasarnya itu adalah senjata. Istana Negeri Selatan memang membolehkan ksatria menghadap maharaja dengan membawa senjatanya. Negeri selatan adalah sebuah negeri yang sangat menghormati nilai-nilai satria yang menjunjung kejujuran.
Kegelisahan pedang langit rupanya diketahui juga oleh ksatria bunga merah. Ksatria rupawan yang menjalankan tugas telik sandi dan selalu berada di belakang layar. Tidak bersenjata, senjatanya adalah selendang bunga merah, sebuah selendang yang penuh daya sirep karena konon sudah tercelupkan dengan semua bunga yang berwarna merah di atas jagad. Ksatria bunga merah memberikan isyarat supaya tenang, ksatria pedang langit hanya menganggukan kepalanya.
Ksatria adalah julukan bagi semua prajurit negeri selatan. Pedang langit atau bunga merah adalah nama kesatuan. Yang duduk dalam pasewakan ini adalah kepala kesatuan. Mereka duduk berjajar di belakang Maharani Puspitandaru. Seorang wanita pilih tanding yang merupakan Wakil panglima Panahaning Bumi. Sementara di depan mereka terpisah dua tombak telah duduk 4 orang. 4 orang ini adalah dewan begawan. Paling kanan adalah begawan Mula Alam dan berturut-turut ke kiri adalah begawan Tirto Geni, Begawan Pusparatri dan Begawan Candra Wisesa. Para begawan hanya tersenyum melihat kegelisahan para ksatria. Tampaknya mereka tahu bahwa pasewakan hari ini akan terjadi sesuatu.
Tiba-tiba saja Maharani Puspitandaru berdiri dan melepas selendang biru yang terikat dipinggangnya. Selendang biru itu kemudian sudah melayang mengitari anak-anak yang sedang berlari-lari di halaman.
"Waaaah"
Seru anak-anak. Mereka mencoba menangkap selendang tersebut. Selendang itu bernama Susuh Angin, selendang yang dipercaya sebagai jelmaan dari Naga Angin.  Maharani Puspitandaru tersenyum melihat tingkah anak-anak yang mencoba menangkap selendang tersebut. Selendang berwarna biru itu adalah selendang yang tidak semua orang bisa memegangnya. Hanya orang-orang tertentu yang bisa memegangnya.
Melihat selendang susuh angin menari-nari bersama anak-anak, Begawan Mula Alam tersenyum kemudian mengangkat tangannya, sekejap kemudian daun-daun kering berkumpul dan membentuk tubuh manusia.
"Waaah, manusia daun !"
Seru anak-anak semakin girang. Manusia daun itu berlari mengejar anak-anak. Anak-anak menjerit dan berlarian kesana kemari. Begawan Mula Alam adalah ketua dewan begawan. Dia adalah satu-satunya begawan alam yang tersisa. Begawan yang sangat mencintai alam dan mendapatkan kekuatan dari alam. Konon Begawan Mula alam masa mudanya sudah mati dalam sebuah pertempuran namun hidup lagi karena kedalaman ilmunya.
"Sudah lama kita tidak menghibur anak-anak itu"
Begawan Mula Alam terkekeh memecah keheningan. Matanya bulat jenaka mengawasi anak-anak yang berkejaran dengan manusia daun ciptaannya.
"Benar begawan, bagaimanapun juga, kesedihan kita tidak boleh kita bagi pada anak-anak"
Maharani Puspintadaru kembali ke tempat duduknya sambil terus mengawasi susuh angin dari jauh. Namun percakapan keduanya tidak bisa memancing pasewakan hari ini terlepas dari kesunyiannya. Ksatria pedang langit, ksatria tameng mutiara, ksatria pemanah dan ksatria bunga merah masih tampak gelisah. Begawan Candra Wisesa dan Begawan Tirto Geni sedikitpun tidak tersenyum. Atraksi dari Maharani dan Begawan Mula Alam, bagi orang biasa adalah sebuah kesaktian yang sulit dicari bandingannya. Namun atraksi itu adalah kesaktian yang biasa-biasa saja bagi para ksatria dan begawan. Dan mungkin jika ada kesaktian yang bisa memindahkan gunung tidak akan bisa mengusik kesedihan mereka akan sakitnya maharaja. Demikianlah kesedihan yang tergambar dari sakitnya Maharaja Kaweningan. Maharaja yang sangat dicintai oleh rakyatnya. Rakyat yang sebagian besar adalah ksatria. Pasewakan yang biasanya dihiasi oleh diskusi dan canda tawa sudah hilang sepanjang 7 purnama. (bersambung)  

3 komentar:

  1. apa itu pasekawan? tapi sukaaa deh sama tulisannya huehehehhe jarang2 baca yang kayak gini

    BalasHapus
  2. Kayak lagi nonton Saur Sepuh kekekeke.. kewreeeeeennn ...

    BalasHapus
  3. jadi inget tulisan2 eka kurniawan, seno gumira ajidarma ... hmm seru pasti nih

    BalasHapus