Minggu, 01 Januari 2012

KABAR DARI BUBAT DAN KAIN JAYABAYA (Lanjutan)


Sementara itu di perbatasan kota raja, debu mengepul dari hentakan kaki kuda yang sedang berlari kencang. Tampak Dewi Sekar Kinanthi menunggang kuda dengan wajah penuh airmata. Agak jauh dibelakangnya tampak 6 orang dengan tameng bergambar 7 mutiara sedang menyeret seorang pemuda yang wajahnya sudah bersimbah darah. 6 orang ini sangat tenang, inilah para Ksatria Tameng Mutiara. Ksatria yang bertugas menjaga ketentraman kota raja. Dua jam yang lalu mereka berhadapan dengan kawanan perampok yang berjuluk Taring Hiu. Dan pemuda yang bersimbah darah itu adalah Taring hiu, seorang pendekar dari pantai Popoh Jawa.
Dewi Sekar Kinanthi, sebuah nama yang akan dikaitkan dengan kecantikan yang sulit dicari bandingannya. Saat kelahirannya ditandai dengan mekarnya seluruh bunga di gunung kembang selatan, tempat begawan Pusparatri berada. Dikemudian hari Dewi Sekar Kinanthi menjadi satu-satunya murid begawan Pusparatri. Tidak heran jika kesaktian Dewi Sekar Kinanthi berkembang dengan sangat pesat. Melampaui banyak ksatria yang terhitung merupakan seniornya.
Kuda Dewi Sekar Kinanthi melesat memasuki pelataran istana, beberapa ksatria yang berjaga langsung membungkukan badan saat mengetahui yang memasuki istana adalah Dewi Sekar Kinanthi. Pasewakan itu tampak terkejut saat kuda Dewi Sekar Kinanthi berhenti tepat di tengah halaman. Anak-anak yang sedang bermain dengan selendang milik Maharani Puspitandaru dan manusia daun buatan begawan Mula Alam ikut minggir. Dewi Sekar Kinanthi turun sambil melepas kondenya, rambutnya yang tebal dan lurus segera terlepas indah. Dewi Sekar Kinanthi memasuki pasewakan, semua orang yang ada segera berdiri dan memberi hormat. Dewi Sekar Kinanthi memberi isyarat menerima penghormatan mereka. Dewi Sekar Kinanthi duduk di Tahta. Dewi Sekar Kinanthi mengedarkan pandangan matanya di seluruh ksatria dan begawan yang hadir. Pandangan mata yang sebenarnya ingin menumpahkan segala kesedihan.
"Mahadewi tampak sedih"
Maharani Puspitandaru berkata sambil menundukan mukanya. Dewi Sekar Kinanthi tidak menjawab. Pandangannya lurus ke depan menanti Ksatria Tameng Mutiara datang.
"Maafkan saya Mahadewi. Ada kejadian apa yang menyebabkan airmata mahadewi harus  membasahi wajah cantik mahadewi?"
Maharani Puspitandaru mencoba meminta jawaban dari Dewi Sekar Kinanthi.
"Kakang Astaning Jagad terlibat pertempuran dengan Majapahit"
Jawaban ini membuat semua orang yang ada di pasewakan menjadi sangat tegang. Semua ksatria yang hadir tahu, bertempur dengan majapahit adalah persoalan yang sangat besar. Sejak pelantikan Gadjah mada menjadi mahapatih di air terjun madakaripura, Maharaja Kaweningan terhitung telah mengirim utusan sebanyak 4 kali. Maharaja Kaweningan bersama Maharaja Linggabuana dari Padjajaran mengajukan sebuah usulan hidup berdampingan secara damai. Namun semua itu tampaknya sia-sia karena Sumpah Palapa Gajahmada tidak bisa dicabut lagi.
"Seminggu yang lalu pedagang Tuban mengabarkan bahwa kakang Astaning Jagad terlihat bersama Pangeran Wastu Kancana menaiki kapal yang sedang bertolak menuju Malaka. Dan hari ini, aku bertemu dengan pemuda ini, yang mengabarkan bahwa kakang Astaning Jagad tewas di Bubat"
Taring Hiu duduk bersimpuh tidak berdaya, sementara 6 ksatria Tameng Mutiara masih berada dibelakangnya. Maharani berdiri.
"Mohon ijin untuk memeriksa"
Dewi Sekar Kinanthi mengangguk. Maharani kemudian mendekati Taring Hiu.
"Hmm Taring Hiu, pendekar pantai Popoh yang terkenal"
Ternyata Maharani sudah mengenalinya.
"Saya tidak berbuat keonaran Maharani. Saya datang untuk mengantarkan ikan layur yang dipesan Maharaja 9 bulan yang lalu"
Taring Hiu tampak takut. Taring Hiu memang sangat takut dengan Maharani. Tepat setahun lalu Taring Hiu bertarung dengan Maharani. Pertarungan yang hanya berlangsung satu kedip mata. Taring hiu harus mengakui kesaktian Maharani Puspitandaru. Saat itu Taring Hiu mengacau di Pelabuhan dan membuat Petugas keamanan pelabuhan terluka. Dan tepat di saat yang bersamaan Maharani sedang berjalan-jalan di pelabuhan bersama anaknya. Hari naas Taring Hiu.
"Apakah kamu tidak mengenali Mahadewi ?"
"Tidak Maharani"
"Bodoh !"

1 komentar: